Sabtu, 13 November 2021

Kisah Abu Thalhah r.a mewakafkan kebunnya

Anas r.a meriwayatkan bahwa Abu Thalhah r.a adalah seorang sahabat yang memiliki kebun terbaik dan terbanyak jumlahnya di kota Madinah. Salah satunya di kenal dengan nama 'Birha'. Kebun inilah yang paling sering di kunjungi olehnya. Kebun ini terletak tidak jauh dari mesjid Nabi dan air telaganya pun terasa segar. Rasulullah saw sering juga mengunjungi kebun ini untuk meminum air dari telaga itu. Ketika Allah swt menurunkan ayat berikut ini : “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaktian (yang sempurna ), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Qs.Ali imran ayat 92) Maka Abu Thalhah segera menjumpai Rasulullah saw dan mengemukakan hasratnya, “Wahai Rasulullah! Saya sangat mencintai Birha. Tetapi karena Allah swt telah memerintahkan kita supaya menafkahkan harta benda yang kita cintai, maka saya serahkan kebunku ini untuk dibelanjakan di jalan Allah swt. Sebagaimana yang dikehendaki-Nya.” Dengan perasaan gembira Rasulullah saw bersabda, “ inilah suatu pemberian yang mulia (di sisi Allah ). Saya berpendapat, akan lebih berguna jika engkau membagikan pemberianmu ini kepada kalangan ahli warismu sendiri.” Akhirnya Abu Thalhah menerima nasihat Rasulullah saw agar kebun tersebut di bagikan kepada keluarganya. (Darrul Mantsur ) Hikmah dari cerita di atas: Adakah dari kalangan kita yang sanggup memberikan benda kesayangannya semata-mata karena Allah swt yang hasrat itu timbul setelah mengingat ayat suci al-qur'an atau setelah mendengar uraian khutbah? Walaupun ada,biasanya setelah usia lanjut menjelang akhir hayat atau orang yang tidak ada harapan lagi untuk hidup. Kadang-kadang kita merasa khawatir dengan warisan yang akan diberikan kepada anak cucu kita. Akhirnya hal itu membuat kita tidak jadi melaksanakan niat kita untuk mewakafkan dan meyedekahkannya. Bertahun-tahun kita memikirkan itu namun tidak terpikir bahwa masalah hidup kita sekarang ini adalah tanggung jawab diri kita. Sedangkan setelah kita meninggal nanti, apa yang akan terjadi dengan sendirinya pasti terjadi. Berbeda jika kita akan menghadapi acara pernikahan umpamanya, kita tidak merasa cemas dan Khawatir untuk berhutang kepada orang lain.(Sumber Himpunan Kitab fadhail Amal Hal : 642)